“Bapak mau
pergi haji, ya?” tanya Bu Yayah pada suaminya yang baru pulang dari biro haji
milik salah seorang sahabatnya.
“Iya, diajak Pak Khozin. Jadi
pembimbing haji,” jawab suaminya. Bibir Bu Yayah maju beberapa senti. Kok
bisa-bisanya sahabatnya itu tidak mengajaknya pula. Ia kan juga ingin naik haji
lagi.
“Ibu nggak bisa ikutan juga, Pak?”
suaminya menoleh.
“Hmm...” ia menggaruk-garuk
kepalanya, “Bisa aja sih, asal ibu bisa mencari 10 orang yang mau naik haji di
biro punya Hari. Nanti ibu bisa berangkat juga dengan gratis.”
Bu Yayah mengangguk mengerti.
Wah.... tantangan nih, pikirnya. Tanpa menunda lama, segera saja ia mulai
menelpon kenalannya yang dianggap potensial.
“Bu Harun? Katanya mau haji, ayo
lewat biro sahabat saya,” bujuk bu Yayah pada seorang kawannya.
Begitu pula dengan beberapa teman
lainnya. Mungkin sudah rezekinya, dalam waktu singkat Bu Yayah mampu
mengumpulkan sepuluh ibu-ibu untuk pergi haji. Sebagai imbalannya, Bu Yayah
bisa berangkat haji bareng suaminya pada tahun 2002 itu.
“Alhamdulillah, akhirnya Ibu bisa
pergi haji lagi bareng Bapak,ya” syukurnya. Suaminya mengangguk tersenyum.
“Emang udah rezeki Ibu, asal usaha
dan doa, Allah pasti memberikan jalan keluar,” cetus beliau.
Sesuai peraturan pemerintah, dari
setiap uang yang disetorkan sebagai biaya haji, maka para peserta diberikan
jatah uang saku 1500 real, termasuk Bu Yayah dan suaminya. Jadi, mereka
mengantongi uang saku 3000 real. Sebelum berangkat haji, mereka sudah sepakat
hanya uang saku suaminya yang akan dipakai belanja, sedangkan jatah Bu Yayah
untuk disimpan.
Mulailah mereka berangkat ke tanah
suci. Beribadah sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW, menahan hawa
nafsu, menahan teriknya panas di waktu siang dan dinginnya suhu di saat malam.
Alhamdulillah, mereka bisa juga meredam nafsu belanja, hingga uang 1500 real
yang dijadikan jatah saku berdua tidak cepat habis.
Suatu ketika di saat sedang
menjalankan ritual salah satu ibadah, seorang ibu dengan logat Sunda yang
kental mendekati Bu Yayah.
“Bu... punten... saya butuh uang,” katanya. Bu Yayah mengerutkan dahinya.
Ibu itu terus memandang dan mengikuti langkahnya. Karena tak ingin ibadahnya
terusik, Bu Yayah lalu memberinya uang sebesar 100 real.
“Kurang, Bu.” Katanya kemudian. Hati
kecil Bu Yayah berdecak kesal. Sudah dikasih kok malah nawar? Namun sejurus
kemudian ia beristighfar dan tanpa pikir panjang ia menambahkan 50 real pada
ibu itu. Barulah wanita itu pergi sambil mengucapkan terima kasih.
Malamnya, ketika Bu Yayah, suaminy,
dan rombongan hendak menunaikan shalat Isya di Masjidil Haram, tanpa
disangkanya, ia bertemu lagi dengan ibu berlogat Sunda itu. Ia membawa sajadah
yang bagus. Begitu melihat kehadiran Bu Yayah, ibu itu menghampiri dan
mengajaknya ngobrol. Ia memperlihatkan sajadahnya.
“Bu, lihat deh, sajadah ini bagus,
ya? Saya beli dari uang yang Ibu kasih,” pamernya dengan senyum mengembang. Bu
Yayah hanya mengangguk dan ikut tersenyum. Ia senang pemberiannya dapat
bermanfaat bagi ibu itu.
“Alhamdulillah, saya senang kalau
pemberian saya ada manfaatnya,” jawab Bu Yayah singkat.
“Semoga Allah membalas kebaikan Ibu,
ya. Saya doakan,” lanjut ibu itu sebelum berlalu.
Kemudian, Bu Yayah dan suaminya tak
pernah lagi memikirkan tentang ibu itu. Mereka disibukkan dengan sisa ritual
ibadah yang harus mereka kerjakan di tanah suci. Sungguh tak disangkanya,
beberapa hari kemudian, mereka malah ketemu lagi dengan si ibu berlogat Sunda
itu. Kali ini tidak sendirian. Dia membawa seorang kawan. Ibu itu memanggil Bu
Yayah yang sudah dilihatnya dari kejauhan.
Bu Yayah mengerutkan dahinya. Subhanallah...bagaimana mungkin? Jamaah
dari Indonesia, kan melimpah?
“Bu, kenalkan ini teman saya,”
katanya dengan riang. Bu Yayah menyambut uluran tangan mereka.
“Ini loh ibu baik hati yang
meminjami saya 150 real,” si ibu berlogat Sunda menjelaskan kepada kawannya.
“Ah, bukan pinjam. Saya ikhlas kok
ngebantu kalau emang ibu butuh,” ralat Bu Yayah.
“Nggak, saya pinjam kok. Nih teman
saya mau gantiin, mumpung kita ketemu lagi.”
Bu Yayah melongo, teman ibu itu
menyerahkan sekantong lusuh yang berisi uang.
“Ini terima aja, Bu. Sebagai ganti.
Sudah ya, kami pamit.”
Mereka berdua pergi menjauh.
Bu Yayah tak punya pilihan, kantong
lusuh itu disimpan dalam tasnya, yang bahkan tak disentuhnya sampai mereka tiba
di Indonesia. Begitu tiba dirumah, Bu Yayah dan suaminya lantas menghitung sisa
uang mereka.
“Eh... iya, Pak tunggu!” Bu Yayah
menepuk dahinya dan buru-buru ke kamarnya. Segera ia membuka kopernya dan
mengambil kantong lusuh itu.
“Apa itu, Bu?” suaminya heran.
“ini loh, uang yang diganti ibu-ibu
logat Sunda itu. Ibu belum tahu isinya.”
Mereka membuka ikatan kantong dan
mengeluarkan isinya. Ternyata isinya uang rupiah dan jumlahnya luar biasa
banyak.
“Subhanallah...
kok bisa?”
“Kenapa?” suaminya menyahut.
Tapi istrinya malah terlihat kalang
kabut.
“Iki,
pak... jumlahnya sampe 20 juta!
Aduh... mana Ibu nggak tahu alamat ibu itu lagi, gimana ya?” Bu Yayah panik.
“Ini rezeki dari Allah,Bu.” Suaminya
menenangkan.
“Tahu! Tapi kan yang ibu berikan
sama dia nggak segede ini. Gimana, dong?”
Setelah berembuk, sepasang suami
istri itu memutuskan hanya mengambil sejumlah hak mereka, yaitu sekitar satu
juta rupiah, sisanya disumbangkan ke sebuah yayasan.
“Insya Allah ini keputusan terbaik,”
batin Bu Yayah.
Maka, mereka menyerahkan uang itu ke
sebuah yayasan untuk digunakan seperlunya. Tak terpikirkan setitik pun dalam
benak mereka untuk mengambil semua uang itu, meskipun itu buah sedekah mereka
dari Allah. Mereka yakin rezekin tak akan ke mana.
Dan, betul saja, beberapa minggu
kemudian, suami Bu Yayah yang memang hampir bangkrut usahanya mendapat tawaran
bisnis minyak tanah dan solar. Bisa dikatakan bisnisnya yang sekarang lebih
bagus dari bisnisnya yang dulu.
“Lihat, Pak? Allah membalas perbuatan
kita. Coba kalau sisa uang itu nggak kita alihkan ke yayasan, belum tentu
begini, kan?”
Suaminya mengangguk setuju. Kini
mereka tak perlu khawatir lagi akan kelaparan karena bisnis yang nyaris
bangkrut telah tergantikan. Mahabesar Allah!
Saudaraku, jika kita ingat-ingat
lagi dalam salah satu ayat-Nya, Allah menegaskan bahwa dia akan melipatgandakan
sedekah sampai 700 kali lipat. Artinya, kalau kita bersedekah Rp 1 juta, maka
akan dilipatgandakan menjadi 700 juta rupiah. Tidak ada satu jenis bisnis duniawi
yang dapat mendatangkan keuntungan sebesar ini. Allah SWT berfirman, yang
artinya :
“Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia Kehendaki. Dan Allah mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 261)
Dalam
kesempatan lain, saya pernah mendengarkan ceramah Ustadz Yusuf Mansyur di salah
satu stasiun televisi. Beliau menceritakan suatu kisah nyata.
Suatu hari, seorang karyawan muda
sedang lari pagi. Di jalan, ia melihat ada rumah dijual dengan harga Rp 100
juta. Ia pun iseng mengetuk pintu rumah itu dan keluarlah sang pemilik rumah.
Pemuda itu pun bertanya, “Bu, apakah rumah ini betul-betul mau dijual?”
“Betul, Nak. Harganya Rp 100 juta.
Kamu tertarik membelinya?”
“Ya, Insya Allah, nanti kalau ada
uang, saya balik ke sini.”
Beberapa hari kemudian, si anak muda
kedatangan tamu. Tamu itu adalah kawan bapaknya yang sangat baik dan sering
membantu bapaknya. Ia menitip surat yang intinya meminta uang Rp 10 juta. Si
anak muda ini tahu bahwa bapaknya tidak punya uang. Maka, ia memilih mendiamkan
surat itu dengan penuh kebimbangan. Kalau disampaikan, ayahnya akan bingung,
tapi hal itu harus disampaikan karena amanah.
Akhirnya, setelah berhari-hari
mendiamkan surat tersebut, dia mengambil keputusan yang hebat. Keputusan luar
biasa yang menurut Allah adalah terbaik, seperti tercantum pada Ali Imran: 92. Dalam ayat tersebut
disebutkan bahwa kita akan diberi yang terbaik oleh Allah kalau kita juga
memberi yang terbaik. Ternyata, si anak muda ini memilih menjual motornya.
Motornya terjual seharga 14 juta. Uang 10 juta diberikannya pada teman bapaknya
itu dan sisanya yang 4 juta dibelikannya motor yang lebih murah.
Setelah itu, dia pindah kerja. Di
sana, dia berkenalan dengan seorang perempuan yang akhirnya menjadi istrinya.
Dan ternyata, dia adalah anak dari si pemilik rumah yang dijual itu. Akhirnya,
ia pun tidak perlu mengumpulkan uang Rp 100 juta untuk memiliki rumah yang
diinginkannya.
Dari kisah tersebut, Allah SWT
menunjukkan betapa Mahakayanya Dia. Allah pasti akan memberikan balasan
setimpal atas perbuatan baik kita. Bahkan menurut Ustadz Yusuf Mansyur dalam
waktu tujuh hari, kita akan merasakan ‘hasil’ dari sedekah kita.
“Banyak kejadian yang membuktikan
itu. Dengan sedekah, hutang menjadi lunas, miskin menjadi kaya, susah menjadi
senang, masalah mendapat solusi,” kata ustadz muda ini dengan semangat.
Allah Ta’ala berfiman, yang artinya
:
“Sesungguhnya
orang-orang yang bersedekah, baik laki-laki maupun perempuan, dan meminjamkan
kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya)
kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (al-Hadid: 18)
Untuk mendapat rezeki, perlakuannya
sama dengan memancing ikan. Kalau mau dapat ikan, tentu harus ada umpannya.
Kalau umpannya kecil, ikan yang didapat juga kecil. Jika umpannya semakin
besar, maka dapat ikannya juga akan semakin besar. Proses mendapatkan rezeki
itu lebih kurang sama. Kita harus berusaha sekuat tenaga dengan bekerja sesuai
dengan modal ilmu maupun tenaga yang kita miliki.
Sebagaimana yang dijanjikan Allah
dalam Al-Qur’an surat Fathir ayat 29 ,
yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang
yang mempelajari Kitab Allah, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian dari
rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya baik secara diam-diam dan
terang-terangan; maka mereka itu boleh mengharapkan suatu macam perniagaan yang
tidak akan pernah merugi.”
Dapat
kita bayangkan bahwa Allah menjamin usaha kita ibarat perniagaan (dagang) yang
tidak akan pernah bangkrut. Hanya perlu dipahami bahwa keuntungan dari
perniagaan kita mungkin belum bisa cair secara fisik pada saat itu, tapi akan
disimpan oleh Allah dalam rekening tabungan rezeki kita. Kapan turunnya? Hanya
tinggal menunggu saja karena hanya Allah yang tahu saat yang paling tepat untuk
kita.
Rasulullah SAW bersabda, yang
artinya:
“Sedekah
membuat orang semakin banyak hartanya. Maka bersedekahlah kalian, niscaya Allah
Ta’ala akan melimpahkan rahmat-Nya.” (HR.
Ibnu Abi ad-Dunya)
Imam
Ali berkata, “Pancinglah rezeki dengan sedekah.”
Note : Isi
materi ini ditulis ulang dari Buku ”Sedekahkan 1 dapatkan 700 kali lipat” oleh
Bahirul Amali, halaman buku 105-112.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar