Jumat, 27 November 2015

Memancing Rezeki dengan Sedekah

Memancing Rezeki dengan Sedekah

Bapak mau pergi haji, ya?” tanya Bu Yayah pada suaminya yang baru pulang dari biro haji milik salah seorang sahabatnya.
            “Iya, diajak Pak Khozin. Jadi pembimbing haji,” jawab suaminya. Bibir Bu Yayah maju beberapa senti. Kok bisa-bisanya sahabatnya itu tidak mengajaknya pula. Ia kan juga ingin naik haji lagi.
            “Ibu nggak bisa ikutan juga, Pak?” suaminya menoleh.
            “Hmm...” ia menggaruk-garuk kepalanya, “Bisa aja sih, asal ibu bisa mencari 10 orang yang mau naik haji di biro punya Hari. Nanti ibu bisa berangkat juga dengan gratis.”
            Bu Yayah mengangguk mengerti. Wah.... tantangan nih, pikirnya. Tanpa menunda lama, segera saja ia mulai menelpon kenalannya yang dianggap potensial.
            “Bu Harun? Katanya mau haji, ayo lewat biro sahabat saya,” bujuk bu Yayah pada seorang kawannya.
            Begitu pula dengan beberapa teman lainnya. Mungkin sudah rezekinya, dalam waktu singkat Bu Yayah mampu mengumpulkan sepuluh ibu-ibu untuk pergi haji. Sebagai imbalannya, Bu Yayah bisa berangkat haji bareng suaminya pada tahun 2002 itu.
            “Alhamdulillah, akhirnya Ibu bisa pergi haji lagi bareng Bapak,ya” syukurnya. Suaminya mengangguk tersenyum.
            “Emang udah rezeki Ibu, asal usaha dan doa, Allah pasti memberikan jalan keluar,” cetus beliau.
            Sesuai peraturan pemerintah, dari setiap uang yang disetorkan sebagai biaya haji, maka para peserta diberikan jatah uang saku 1500 real, termasuk Bu Yayah dan suaminya. Jadi, mereka mengantongi uang saku 3000 real. Sebelum berangkat haji, mereka sudah sepakat hanya uang saku suaminya yang akan dipakai belanja, sedangkan jatah Bu Yayah untuk disimpan.
            Mulailah mereka berangkat ke tanah suci. Beribadah sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW, menahan hawa nafsu, menahan teriknya panas di waktu siang dan dinginnya suhu di saat malam. Alhamdulillah, mereka bisa juga meredam nafsu belanja, hingga uang 1500 real yang dijadikan jatah saku berdua tidak cepat habis.
            Suatu ketika di saat sedang menjalankan ritual salah satu ibadah, seorang ibu dengan logat Sunda yang kental mendekati Bu Yayah.
            “Bu... punten... saya butuh uang,” katanya. Bu Yayah mengerutkan dahinya. Ibu itu terus memandang dan mengikuti langkahnya. Karena tak ingin ibadahnya terusik, Bu Yayah lalu memberinya uang sebesar 100 real.
            “Kurang, Bu.” Katanya kemudian. Hati kecil Bu Yayah berdecak kesal. Sudah dikasih kok malah nawar? Namun sejurus kemudian ia beristighfar dan tanpa pikir panjang ia menambahkan 50 real pada ibu itu. Barulah wanita itu pergi sambil mengucapkan terima kasih.
            Malamnya, ketika Bu Yayah, suaminy, dan rombongan hendak menunaikan shalat Isya di Masjidil Haram, tanpa disangkanya, ia bertemu lagi dengan ibu berlogat Sunda itu. Ia membawa sajadah yang bagus. Begitu melihat kehadiran Bu Yayah, ibu itu menghampiri dan mengajaknya ngobrol. Ia memperlihatkan sajadahnya.
            “Bu, lihat deh, sajadah ini bagus, ya? Saya beli dari uang yang Ibu kasih,” pamernya dengan senyum mengembang. Bu Yayah hanya mengangguk dan ikut tersenyum. Ia senang pemberiannya dapat bermanfaat bagi ibu itu.
            “Alhamdulillah, saya senang kalau pemberian saya ada manfaatnya,” jawab Bu Yayah singkat.
            “Semoga Allah membalas kebaikan Ibu, ya. Saya doakan,” lanjut ibu itu sebelum berlalu.
            Kemudian, Bu Yayah dan suaminya tak pernah lagi memikirkan tentang ibu itu. Mereka disibukkan dengan sisa ritual ibadah yang harus mereka kerjakan di tanah suci. Sungguh tak disangkanya, beberapa hari kemudian, mereka malah ketemu lagi dengan si ibu berlogat Sunda itu. Kali ini tidak sendirian. Dia membawa seorang kawan. Ibu itu memanggil Bu Yayah yang sudah dilihatnya dari kejauhan.
            Bu Yayah mengerutkan dahinya. Subhanallah...bagaimana mungkin? Jamaah dari Indonesia, kan melimpah?
            “Bu, kenalkan ini teman saya,” katanya dengan riang. Bu Yayah menyambut uluran tangan mereka.
            “Ini loh ibu baik hati yang meminjami saya 150 real,” si ibu berlogat Sunda menjelaskan kepada kawannya.
            “Ah, bukan pinjam. Saya ikhlas kok ngebantu kalau emang ibu butuh,” ralat Bu Yayah.
            “Nggak, saya pinjam kok. Nih teman saya mau gantiin, mumpung kita ketemu lagi.”
            Bu Yayah melongo, teman ibu itu menyerahkan sekantong lusuh yang berisi uang.
            “Ini terima aja, Bu. Sebagai ganti. Sudah ya, kami pamit.”
            Mereka berdua pergi menjauh.
            Bu Yayah tak punya pilihan, kantong lusuh itu disimpan dalam tasnya, yang bahkan tak disentuhnya sampai mereka tiba di Indonesia. Begitu tiba dirumah, Bu Yayah dan suaminya lantas menghitung sisa uang mereka.
          “Eh... iya, Pak tunggu!” Bu Yayah menepuk dahinya dan buru-buru ke kamarnya. Segera ia membuka kopernya dan mengambil kantong lusuh itu.
            “Apa itu, Bu?” suaminya heran.
            “ini loh, uang yang diganti ibu-ibu logat Sunda itu. Ibu belum tahu isinya.”
        Mereka membuka ikatan kantong dan mengeluarkan isinya. Ternyata isinya uang rupiah dan jumlahnya luar biasa banyak.
            “Subhanallah... kok bisa?”
            “Kenapa?” suaminya menyahut.
            Tapi istrinya malah terlihat kalang kabut.
            “Iki, pak... jumlahnya sampe 20 juta! Aduh... mana Ibu nggak tahu alamat ibu itu lagi, gimana ya?” Bu Yayah panik.
            “Ini rezeki dari Allah,Bu.” Suaminya menenangkan.
            “Tahu! Tapi kan yang ibu berikan sama dia nggak segede ini. Gimana, dong?”
            Setelah berembuk, sepasang suami istri itu memutuskan hanya mengambil sejumlah hak mereka, yaitu sekitar satu juta rupiah, sisanya disumbangkan ke sebuah yayasan.
            “Insya Allah ini keputusan terbaik,” batin Bu Yayah.
            Maka, mereka menyerahkan uang itu ke sebuah yayasan untuk digunakan seperlunya. Tak terpikirkan setitik pun dalam benak mereka untuk mengambil semua uang itu, meskipun itu buah sedekah mereka dari Allah. Mereka yakin rezekin tak akan ke mana.
            Dan, betul saja, beberapa minggu kemudian, suami Bu Yayah yang memang hampir bangkrut usahanya mendapat tawaran bisnis minyak tanah dan solar. Bisa dikatakan bisnisnya yang sekarang lebih bagus dari bisnisnya yang dulu.
            “Lihat, Pak? Allah membalas perbuatan kita. Coba kalau sisa uang itu nggak kita alihkan ke yayasan, belum tentu begini, kan?”
            Suaminya mengangguk setuju. Kini mereka tak perlu khawatir lagi akan kelaparan karena bisnis yang nyaris bangkrut telah tergantikan. Mahabesar Allah!
            Saudaraku, jika kita ingat-ingat lagi dalam salah satu ayat-Nya, Allah menegaskan bahwa dia akan melipatgandakan sedekah sampai 700 kali lipat. Artinya, kalau kita bersedekah Rp 1 juta, maka akan dilipatgandakan menjadi 700 juta rupiah. Tidak ada satu jenis bisnis duniawi yang dapat mendatangkan keuntungan sebesar ini. Allah SWT berfirman, yang artinya :
            “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia Kehendaki. Dan Allah mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 261)
            Dalam kesempatan lain, saya pernah mendengarkan ceramah Ustadz Yusuf Mansyur di salah satu stasiun televisi. Beliau menceritakan suatu kisah nyata.
            Suatu hari, seorang karyawan muda sedang lari pagi. Di jalan, ia melihat ada rumah dijual dengan harga Rp 100 juta. Ia pun iseng mengetuk pintu rumah itu dan keluarlah sang pemilik rumah. Pemuda itu pun bertanya, “Bu, apakah rumah ini betul-betul mau dijual?”
            “Betul, Nak. Harganya Rp 100 juta. Kamu tertarik membelinya?”
            “Ya, Insya Allah, nanti kalau ada uang, saya balik ke sini.”
            Beberapa hari kemudian, si anak muda kedatangan tamu. Tamu itu adalah kawan bapaknya yang sangat baik dan sering membantu bapaknya. Ia menitip surat yang intinya meminta uang Rp 10 juta. Si anak muda ini tahu bahwa bapaknya tidak punya uang. Maka, ia memilih mendiamkan surat itu dengan penuh kebimbangan. Kalau disampaikan, ayahnya akan bingung, tapi hal itu harus disampaikan karena amanah.
            Akhirnya, setelah berhari-hari mendiamkan surat tersebut, dia mengambil keputusan yang hebat. Keputusan luar biasa yang menurut Allah adalah terbaik, seperti tercantum pada Ali Imran: 92. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa kita akan diberi yang terbaik oleh Allah kalau kita juga memberi yang terbaik. Ternyata, si anak muda ini memilih menjual motornya. Motornya terjual seharga 14 juta. Uang 10 juta diberikannya pada teman bapaknya itu dan sisanya yang 4 juta dibelikannya motor yang lebih murah.
            Setelah itu, dia pindah kerja. Di sana, dia berkenalan dengan seorang perempuan yang akhirnya menjadi istrinya. Dan ternyata, dia adalah anak dari si pemilik rumah yang dijual itu. Akhirnya, ia pun tidak perlu mengumpulkan uang Rp 100 juta untuk memiliki rumah yang diinginkannya.
            Dari kisah tersebut, Allah SWT menunjukkan betapa Mahakayanya Dia. Allah pasti akan memberikan balasan setimpal atas perbuatan baik kita. Bahkan menurut Ustadz Yusuf Mansyur dalam waktu tujuh hari, kita akan merasakan ‘hasil’ dari sedekah kita.
            “Banyak kejadian yang membuktikan itu. Dengan sedekah, hutang menjadi lunas, miskin menjadi kaya, susah menjadi senang, masalah mendapat solusi,” kata ustadz muda ini dengan semangat.
            Allah Ta’ala berfiman, yang artinya :
     “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah, baik laki-laki maupun perempuan, dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (al-Hadid: 18)
            Untuk mendapat rezeki, perlakuannya sama dengan memancing ikan. Kalau mau dapat ikan, tentu harus ada umpannya. Kalau umpannya kecil, ikan yang didapat juga kecil. Jika umpannya semakin besar, maka dapat ikannya juga akan semakin besar. Proses mendapatkan rezeki itu lebih kurang sama. Kita harus berusaha sekuat tenaga dengan bekerja sesuai dengan modal ilmu maupun tenaga yang kita miliki.
      Sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam Al-Qur’an surat Fathir ayat 29 , yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mempelajari Kitab Allah, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya baik secara diam-diam dan terang-terangan; maka mereka itu boleh mengharapkan suatu macam perniagaan yang tidak akan pernah merugi.”
            Dapat kita bayangkan bahwa Allah menjamin usaha kita ibarat perniagaan (dagang) yang tidak akan pernah bangkrut. Hanya perlu dipahami bahwa keuntungan dari perniagaan kita mungkin belum bisa cair secara fisik pada saat itu, tapi akan disimpan oleh Allah dalam rekening tabungan rezeki kita. Kapan turunnya? Hanya tinggal menunggu saja karena hanya Allah yang tahu saat yang paling tepat untuk kita.
            Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
          “Sedekah membuat orang semakin banyak hartanya. Maka bersedekahlah kalian, niscaya Allah Ta’ala akan melimpahkan rahmat-Nya.” (HR. Ibnu Abi ad-Dunya)
            Imam Ali berkata, “Pancinglah rezeki dengan sedekah.”

Note : Isi materi ini ditulis ulang dari Buku ”Sedekahkan 1 dapatkan 700 kali lipat” oleh Bahirul Amali, halaman buku 105-112.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar